Seluruh infrastruktur yang akan dikembangkan pada hakekatnya harus pula didasarkan pada rencana tata ruang yang ada. Kebutuhan infrastrukturmerupakan kebutuhan turunan akibat konsekuensi logis dari penataan ruang yang merupakan piranti bagi pengembangan wilayah. Di samping menyepakati struktur ruang dan pola pemanfaatan ruang, dalam menata ruang pada hakekatnya diawali pertanyaan dimana kita tidak boleh membangun.
Dengan demikian diharapkan ruang perkotaan kita ke depan lebih banyak mengakomodasi pengembangan infrastruktur hijau atau ruang terbuka hijau yang dapat berfungsi ekologis, sosial, estetika dan atau ekonomi sehingga ruang kota dapat produktif, aman, nyaman dan berkelanjutan.
Di bidang Sumber Daya Air masih banyak diperlukan pembangunan bendungan, waduk, dan sistim jaringan irigasi yang handal untuk menunjang kebijakan ketahanan pangan pemerintah. Di samping itu untuk menjamin ketersediaan air baku, tetap perlu dilakukan normalisasi sungai dan pemeliharaan daerah aliran sungai yang ada di beberapa daerah. Pemeliharaan dan pengembangan Sistem Wilayah Sungai tersebut didekati dengan suatu rencana terpadu dari hulu sampai hilir yang dikelola secara profesional. Untuk itu perlu dikembangkan teknologi rancang bangun Bendungan Besar, Bendung Karet, termasuk terowongan, teknologi Sabo, sistem irigasi maupun rancang bangun pengendali banjir.
Demikian pula sebaran infrastruktur yang ada, secara kewilayahan lebih dari 70-90 persen infrastruktur terdapat di pulau Sumatera, Jawa dan Bali yang luasnya hanya mencakup sekitar 31 persen dari seluruh wilayah Indonesia. Sisanya 10-30 persen berada di Kalimantan, Sulawesi dan Maluku/Papua yang luasnya mendekati 70 persen dari luas wilayah. Wilayah yang secara relatif cukup seimbang antara luas, sebaran penduduk dan infrastruktur adalah pulau Sumatera dan Bali & Nusa Tenggara. Sedangkan wilayah lainnya cenderung timpang, baik kelebihan penduduk seperti pulau Jawa maupun yang kepadatan penduduknya relatif rendah seperti di Kalimantan dan Maluku/ Papua.
Di bidang keciptakaryaan, selama ini pemerintah telah mengembangkan jaringan air bersih di 290 kota di Indonesia dengan kapasitas terpasang mencapai 76.412 liter per detik. Jumlah pelanggan yang terhubung dengan jaringan air bersih ini mencapai lebih dari 4,8 juta pelanggan. Sistem air bersih ini melayani 45 juta atau 40% penduduk perkotaan dan 7 juta atau 8% penduduk perdesaan. Di samping itu pembangunan prasarana lingkungan permukiman yang tersebar di kota besar dan sedang telah turut meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi yang mendorong terciptanya lapangan kerja.
Tantangan lain yang dihadapi terkaitdengan pelayanan infrastruktur terutama adalah meningkatnya kejadian bencana longsor dan banjir, meningkatnya kemacetan lalulintas, meluasnya lingkungan kumuh di perkotaan, dan makin berkurangnya infrastruktur hijau yang ada. Hal itu disebabkan antara lain karena belum diacunya rencana tata ruang secara penuh dalam pembangunan infrastruktur.
Rencana Tata Ruang pada dasarnya merupakan bentuk intervensi yang dilakukan agar terwujud alokasi ruang yang nyaman, produktif dan berkelanjutan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menciptakan keseimbangan antar wilayah. Proses perencanaan tata ruang sendiri dapat dijelaskan dengan pendekatan sistem yang melibatkan input, proses dan output. Input yang digunakan adalah keadaan fisik seperti kondisi alam dan geografis, sosial budaya seperti demografi sebaran penduduk, ekonomi seperti lokasi pusat kegiatan perdagangan yang ada maupun yang potensial dan aspek strategis nasional lainnya. Keseluruhan input ini diproses dengan menganalisis input tersebut secara integral baik kondisi saat ini maupun kedepan untuk masing-masing hirarki tata ruang Nasional, Propinsi maupun Kabupaten/Kota sehingga menghasilkan output berupa Rencana Tata Ruang yang menyeluruh.
RTRW Nasional merupakan perencanaan makro strategis Nasional yang menggambarkan arah dan kebijakan pembangunan nasional secara ketataruangan yang memuat antara lain infrastruktur nasional seperti jalan nasional, pelabuhan samudera maupun bandara internasional. Sedangkan RTRW Propinsi merupakan perencanaan regional yang menjabarkan RTRWN dalam konteks ruang wilayah Propinsi secara lebih rinci termasuk memuat rencana pengembangan infrastruktur jalan propinsi, terminal maupun pelabuhan regional. Sementara itu RTRW Kabupaten/Kota merupakan rencana tata ruang skala kabupaten/kota dengan muatan utama kelengkapan infrastruktur di tingkat lokal atau regional seperti jalan kabupaten/kota, kebutuhan jaringan air bersih, listrik dan telekomunikasi yang disesuaikan dengan karakteristik zona-zona pengembangan kawasan yang ada.
Pada tataran operasional, RTRW tersebut perlu dikembangkan lagi menjadi Rencana Detil Tata Ruang (RDTR) yang dilengkapi dengan aturan pemanfaatan (zoning regulation) yang dapat dijadikan dasar dalam pemberian ijin dan pengendalian pemanfaatan ruang yang ada. Selanjutnya, indikasi program yang tertuang dalam RTRW/RDTR merupakan basis bagi penyusunan Rencana Induk Sektor yang menjadi dasar pengembangan infrastruktur.
Dengan demikian, pembangunan infrastruktur merupakan kebutuhan turunan sebagai konsekuensi logis dari perencanaan tata ruang, dimana infrastuktur merupakan unsur pembentuk struktur ruang wilayah. Dengan demikian rencana tata ruang yang ada dapat diwujudkan dalam bentuk pemanfaatan ruang yang sesuai dengan karakteristik wilayah yang ada. Dalam hal ini infrastruktur juga dapat berfungsi sebagai alat dalam pengendalian pemanfaatan ruang, agar tidak terjadi penyalahgunaan lahan maupun pengembangan yang tidak sesuai dengan rencana. Dengan demikian kawasan yang dalam rencana diperuntukkan sebagai kawasan lindung tidak dapat dimanfaatkan sebagai kawasan budidaya, karena infrastruktur yang dibutuhkan tidak tersedia.
Demikian pula untuk infrastruktur lainnya seperti saluran irigasi, jaringan air bersih perkotaan, jaringan listrik maupun jaringan telekomunikasi. Diharapkan pengembangan jaringan infrastruktur tersebut dapat turut mengarahkan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang yang ada. Sehingga dapat mengurangi terjadinya alih guna lahan maupun pemanfaatan kawasan-kawasan lindung sebagai kawasan budidaya.
Infrastruktur memegang peranan penting dan vital dalam mendukung ekonomi, sosial – budaya, kesatuan dan persatuan terutama sebagai modal sosial masyarakat dalam memfasilitasi interaksi dan komunikasi di antara kelompok masyarakat serta mengikat dan menghubungkan antar daerah yang ada di Indonesia. Secara umum pengembangan infrastruktur sumber daya air ditujukan untuk mendukung program ketahanan pangan dan penyediaan air untuk berbagai keperluan masyarakat seperti air minum pembangkit tenaga listrik dan pengendalian banjir yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Demikian pula infrastruktur lainnya seperti jalan, jembatan, PSD permukiman yang merupakan modal esensial masyarakat dalam memenuhi kebutuhan sosial-ekonomi nya.
Sesuai dengan Kerangka Strategis Ketata-ruangan Nasional, pengembangan infrastruktur perlu disesuaikan dan diselaraskan dengan fungsi yang diemban dan sesuai dengan tingkat pelayanan yang dibutuhkan.
Untuk meningkatkan pelayanan transportasi, keterpaduan antar-moda transportasi seperti jaringan jalan KA, bandar udara dan pelabuhan laut juga merupakan hal yang sangat penting. Keterpaduan tersebut dapat meningkatkan efisiensi sistem transportasi yang ada, sehingga perpindahan antara moda dapat dilakukan dengan lebih lancar dan menerus. Untuk itu, perencanaan tata ruang wilayah yang ada harus mengedepankan keterpaduan, sehingga pengembangan infrastruktur yang ada dapat lebih bersifat holistik dan menyatu dengan sektor-sektor lainnya.
Di lingkungan perkotaan, dampak yang muncul akibat lalulintas kendaraan seperti polusi udara, kebisingan maupun getaran harus diupayakan agar tidak melebihi ambang batas yang disyaratkan untuk masing-masing jenis kawasan. Untuk itu, pada kawasan-kawasan sensitif seperti perumahan, kawasan pendidikan dan fasilitas kesehatan perlu dikembangkan ruang-ruang terbuka hijau (RTH) yang lebih intensif yang berfungsi ganda baik secara ekologis, arsitektural, sosial maupun ekonomi. Pemanfaatan tanaman lokal (endemik), untuk penghijauan ruas-ruas jalan di perkotaan merupakan hal yang perlu didorong dan dikembangkan. Di samping sangat sesuai untuk kondisi iklim lokal, hal itu juga dapat turut melestarikan keanekaragaman hayati yang ada di bumi Nusantara kita
Secara ekologis dan planologis, RTH dapat berfungsi sebagai infrastruktur hijau yang turut membentuk ruang-ruang kota yang harmonis untuk memenuhi kebutuhan ekologis dan keindahan kota maupun sebagai pembatas ruang secara planologis.
Pada akhirnya infrastruktur sebagai prasarana pendukung pertumbuhan ekonomi sekaligus pembentuk struktur ruang wilayah harus dapat memberikan pelayanan secara efisien, aman dan nyaman. Di samping itu infrastruktur juga harus dapat memfasilitasi peningkatan produktivitas masyarakat, sehingga secara ekonomi produk-produk yang dikembangkan menjadi lebih kompetitif. Dengan demikian melalui dukungan infrastruktur yang sesuai kebutuhan dan rencana tata ruang, maka perwujudan ruang Nusantara yang NYAMAN, PRODUKTIF dan BERKELANJUTAN diharapkan dapat segera tercapai.
Dalam kenyataannya penyelenggaraan pembangunan infrastruktur di Indonesia masih menghadapi kendala belum meratanya penyebaran infrastruktur di wilayah yang ada. Selain itu tingkat pelayanan infrastruktur yang ada juga masih banyak yang kurang memadai. Sehingga prioritas pembangunan infrastruktur ke depan akan lebih diarahkan di wilayah perbatasan, pulau terpencil dan daerah rawan bencana. Untuk lebih memadukan pembangunan infrastruktur, maka pelaksanaannya harus mengacu kepada rencana tata ruang yang ada.
Dengan demikian infrastruktur sebagai unsur pembentuk struktur ruang merupakan prasyarat untuk mewujudkan Indonesia yang AMAN, ADIL & SEJAHTERA, secara lebih seimbang baik di wilayah yang telah berkembang, sedang berkembang maupun wilayah pengembangan baru.
SUMBER : Perdana Gutomo Putra, Teknik Sipil Undip, Etoser Semarang 2007